SEJARAH DESA SABUH

Desa Sabuh sebelum menjadi Desa Defenitif telah ada sekitar tahun 1900 setelah kerajaan Banjar di serang oleh Pemerintah Hindia Belanda dan desa ini masih merupakan kumpulan dari beberapa anak desa atau kelompok seperti anak desa/kelompok Mampayung, Tanjung Bulau, Tanjung Patai, dll.
Pada awalnya penduduk tiap-tiap kelompok merupakan Organisasi yang kongkrit, hal ini dikarenakan masih kurangnya rasa gotong royong yang kuat, bahkan masih ingin hidup berpencar-pencar dan berpindah-pindah.
Sejalan dengan proses perkembangan zaman, dimana kelompok tersebut secara sosiologis saling membutuhkan dan menyatu disuatu pemukiman yang disebut “Desa Sabuh”, terletak di tepian sungai teweh diantara anak desa atau kelompok tersebut.
Istilah SABUH yang diabadikan oleh Masyarakat sampai kini menjadi nama desa disebabkan di tengah desa yang dialiri sungai teweh terdapat riam yang dinamakan Batu Sabuh, dalam bahasa lokal yang berasal dari dua suku kata, SA singkatan dari kata SATU, TUNGGAL, KUMPULAN, dan BUH singkatan dari kata BUBUHAN (Teman, suku, keluarga). Jadi kata SABUH berarti Satu Keluarga atau penyatuan dari beberapa Keluarga/Kelompok menjadi satu.
Penduduk asli Desa Sabuh terdiri dari suku bakumpai (Asimilasi dari Marabahan, Kalsel) dengan Suku Dayak Tabuyan (Penduduk Asli sungai teweh) dan masing-masing kelompok yang menjadi pemimpinnya dipimpin oleh kepala kelompok yang dipanggil Datuk. Kelompok Mampayung dipimpin oleh Datuk Sangka kemudian digantikan oleh Datuk Jurang, sedangkan Kelompok Tanjung Patai dan Kelompok Tanjung Bulau dipimpin oleh seorang datuk yang bernama Datuk Kaca.
Sekitar tahun 1914 kelompok-kelompok ini bergabung menjadi satu dan kelompok-kelompok sebelumnya semakin lama akhirnya ditinggalkan.
Ditempat baru yang bernama kelompok sabuh berada dapat diurut secara berurutan nama dan masa kepemimpinannya sebagai berikut :
1. Matluka (1914 - 1918)
2. Dullah (1919 – 1923)
3. Dullah (1924 – 1927)
4. Tapah (1928 – 1930)
5. Asmail (1931 – 1934)
6. Bukri (1935 - 1939)
7. Teyek (1940 – 1951)
8. Tukal (1952 – 1957)
Setelah zaman kemerdekaan khususnya sejak Dekrit Presiden Republik Indonesia, tanggal 5 Juli 1959 kelompok dan datuk dirubah menjadi Kampung (saat ini sama dengan desa), dan pimpinan kampung/desa berturut-turut sebagai berikut :
1. Matanang (Juni 1957 – Mei 1965)
2. Tarmidji (Juni 1965 – Juli 1969)
3. Masran. S (Agustus 1969 – Desember 1977)
4. Mahyuni. T (Desember 1977 – Mei 1981)
5. H. Mistannudin (Mei 1981 – 1993)
6. M. Mahyuni. M (1993 – 1995) Pjs
7. M. Mahyuni. M (1995 – 2003)
8. H. Mistannudin (2003 – 2008)
9. M. Saidi Zailani (2008 – 2009) Pjs
10. Joni Ramadani, A.Ma (2009 – 2015)
11. Wepi Padria Iroma, SE, M.AP (2015 – 2016) Pjs
12. Akhmad Junaid (2016 – 30 Juni 2022)
13. Martoyo (30 Juni 2022 s.d sekarang)
Perkembangan sosiologis kehidupan masyarakat dari masa kemasa dalam berbagai sektor semakin berkembang maju dan masyarakat desa sabuh hidup saling membutuhkan dalam bermasyarakat, berorganisasi dan Gotong Royong dalam norma-norma yang berlaku, baik sebagai warga desa maupun warga negara yang merdeka dibawah naungan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
DESA SABUH MEMASUKI ERA DESA DIGITAL
MUSDESSUS : DUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN 2025
PERUSAHAAN GOTONG ROYONG NORMALISASI JALAN EXS. HOULING PT. AUSTRAL BYNA
WAJAH BARU BUMDES SABUH


